Tuesday, February 16, 2016

Pemberian Oksigen



Pemberian oksigen adalah suatu tindakan untuk  memberikan oksigen ke dalam jaringan paru-paru melalui saluran pernapasan dengan menggunakan alat bantu oksigen. Tiga cara pemberian oksigen yaitu melalui kateter nasal, kanul nasal, dan masker nasal.

Tujuan
  1. Memenuhi kebutuhan oksigen.
  2. Mencegah terjadi hipoksia.
Persiapan alat
  1. Tabung oksigen.
  2. Flow meter.
  3. Humidifier berisi air steril.
  4. Kateter nasal, kanul nasal, dan masker nasal (standard an non breathing)
  5. Vaselin/jeli (pelumas steril yang larut dalam air).
  6. Sarung tangan.
  7. Spatel lidah.
  8. Plester.
  9. Kasa.
  10. Senter tanda “dilarang merokok”.
Prosedur
  1. Periksa instruksi dokter mengenai terapi oksigen pada klien.
  2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah  melakukan prosedur.
  3. Menjelaskan prosedur pada klien dan keluarga.
  4. Atur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan, biasanya 1-6 liter per menit, kemudian observasi humidifier dengan melihat gelembung air.
  5. Atur posisi klien semifowler atau sesuai indikasi.
  6. Pakailah sarung tangan steril.
Secara khusus
1. Kanula nasal
  1. Letakkan kanul pada wajah klien dengan lubang kanul masuk ke hidung dan karet pengikat masuk ke kepala.
  2. Jika kanul ingin tetap berada di tempatnya, plesterkan pada bagian wajah.
  3. Alasi selang dengan kasa di bagian karet pengikat, pada bagian telinga dan tulang pipi jika dibutuhkan.


2. Masker wajah

  1. Tempatkan masker kea rah wajah klein dan letakkan dari batan ghidung ke bawah.
  2. Atur masker sesuai dengan bentuk wajah. Masker harus menutup wajah sehingga sangat sedikit oksigen yang keluar lewat mata dan atau sekitar pipi dan dagu.
  3. Ikatkan karet pengikat melingkar pada keala klien sehingga masker terasa nyaman.
  4. Alasi selang dengan kasa pada karet pengikat, pada bagian telinga dan tulang pipi jika dibutuhkan.
3. Kateter nasal

  1. Ukur kateter nasal dimulai dari telinga sampai ke hidung dan diberi tanda.
  2. Buka saluran udara dari tabung oksigen.
  3. Berikan minyak pelumas (vaselin/jeli).
  4. Masukkan ke dalam hidung sampai batas yang ditentukan.
  5. Lakukan pengecekan kateter apakah sudah masuk atau belum. Dengan menekan lidah klien  menggunakan spatel (akan terlihat posisinya di belakang uvula).
  6. Fiksasi pada daerah hidung
Perhatian
  1. Periksa klien terhadap pemberian oksigen setiap 6-8 jam.
  2. Kaji cuping, sepetum, dan mukosa hidung; serta periksa kecepatan aliran oksigen setiap 6-8 jam.
  3. Pertahankan tinggi air pada humidifier.
  4. Catat kecepatan aliran oksigen, rute pemberian, dan respons klien.

Sunday, February 14, 2016

Pemeriksaan Abdomen



Pemeriksaan abdomen adalah suatu tindakan yang meliputi inspeksi,  palpasi, perkusi, dan auskultasi yang dilakukan untuk mengetahui bentuk dan fungsi serta kelainan organ yang ada di dalam rongga abdomen dan sekitarnya.

Tujuan
  1. Mengetahui bentuk dan gerak-gerakan perut.
  2. Mendengarkan suara peristaltik usus.
  3. Mengobservasi lokasi nyeri tekan, organ-organ dalam rongga perut,benjolan dalam perut, dan lain-lain.
Persiapan Alat
  1. Stetoskop.
  2. Penggaris kecil.
  3. Pensil gambar.
  4. Bantal kecil.
  5. Pita pengukur.
Persiapan Klien

Klien dan keluarga dijelaskan dan atur posisi klien senyaman mungkin tanpa menghambat proses pemeriksaan.

Pelaksanaan
Pemeriksaan dimulai dari inspeksi, auskultasi, perkusi, dan palpasi.
A. Abdomen
Inspeksi:
  1. Atur pencahayaan dengan baik.
  2. Posisikan klien dengan tepat, yaitu berbaring terlentang dengan tangan di kedua sisi dan sedikit menekuk. Bantal kecil diletakkan di bawah lutut  untuk menyokong dan melemaskan otot-otot abdomen.
  3. Buka abdomen mulai dari prosesus sifoideus sampai simfisis pubis.
  4. Amati bentuk perut secara umum, warna kulit, kontur permukaan perut, retraksi, penonjolan, ketidaksimetrisan, jaringan parut, striae, dan lain-lain.
  5. Perhatikan posisi, bentuk , warna, dan adanya inflamasi atau pengeluaran umbilikus.
  6. Obsevasi gerakan-gerakan kulit pada pada saat insprasi dan ekspirasi.
Auskultasi:
  1. Hangatkan bagian diafragma dan bell stetoskop.
  2. Letakkan sisi diafragma stetoskop tadi diatas kuadran kanan bawah pada area sekum. Berikan tekanan yang sangat ringan. Minta klien agar tidak bebicara. Diperlukan 5 menit secara terus menerus untuk mendengar sebelum pemeriksaan menentukan tidak adanya bisisng usus.
  3. Dengarkan bising usus dan perhatikan frekuensi serta karakternya.
  4. Jika bisisng usus tidak mudah terdengar, lanjutkan pemeriksan sistematis,  dengarkan setiap kuadran abdomen.
  5. Catat bisisng usus apakah terdengar normal, tidak ada, hiperaktif, atau hipoaktif.
  6. Letakkan bagian bell/sungkup stetoskop diatas aorta, arteri renalis, arteri illiaka, dan arteri femoral.
  7. Letakkan bagian bell stetoskop pada daerah  preumbilikal/sekekliling pusat untuk mendengarkan bising vena (jarang terdengar).
Perkuasi:
  1. Mulailah perkusi dari kuadran kiri bawah kemudian bergerak searah jarum jam (dari sudut pandang klien).
  2. Perhatikan reaksi klien dan catat jika terdapat keluhan.
  3. Lakukan perkusi pada area timpani dan redup.
B. Perkusi Untuk Menentukan Posisi Dan Ukuran Hati
  1. Berdiri di sisi kanan klien.
  2. Lakukan perkusi darri garis midklavikula kanan tepat di bawah umbilicus ke atas melewati area timpani sampai terdengar suara redup (merupakan batas bawah hepar). 
  3. Lakukan perkusi pada garis midklavikula kanan yang dimulai dari area resonan paru-paru ke bawah sampai ditemukan suara redup, beri tanda pada tempat mulai ditemukan suara redup (merupakan batas atas hepar).
  4. Ukur jarak antara dua tanda tadi dalam satuan sentimeter. Normalnya, panjang hepar pada garis midklavikula adalah 6-12 cm dengan batas bawah terletak pada atau sedikit di bawah tulang rusuk.
  5. Jika diduga ada pembesaran, ukuran penurunan hati dengan meminta klien menarik napas dalam dan menahan, lalu pemeriksa melanjutkan perkusi ke atas dari abdomen ke garis midklavikula kanan.
C. Palpasi lambung
Perkusi sangkar iga bawah anterior dan bagian epigastrik  kiri.
a. Palpasi ringan
1.         Palpasi ringan abdomen di atas setiap kuadran. Hindari area yang sebelumnya sebagi titik bermasalah.
2.         Perawat meletakkan tangan secara ringan di atas abdomen dengan jari-jari ekstensi dan berhimpitan.
3.         Perawat meletakkan tangan pada abdomen klien dengan jari-jari paralel terhadap abdomen.
4.         Jari-jari telapak tangan sedikit menekan perut sedalam 1 cm.
·      Palpasi untuk mendeteksi area nyeri, penegangan abnormal,  atau adanya massa.
·      Selama palpasi, observasi wajah klien untuk megetahui adanya ketidaknyamanan.
·      Jika ditemukan rasa nyeri, uji adanya nyeri lepas. Nyeri lepas bias diketahui denga cara menekan dalam kemudian lepas dengan cepat untuk mendeteksi apakah nyeri timbul setelah tangan dilepaskan.
·      Lakukan palpasi  di sekitar umbilukus dan cincin umbilikal.
b. Palpasi dalam
  1. Gunakan metode palpasi bimanual.
  2. Tekan dinding abdomen sedalam 4-5 cm.
  3. Catat adanya massa dan struktur organ di bawahnya. Jika terdapat massa, maka catat ukuran, lokasi, mobilitas, kontur, dan kekuatannya.
D. Palpasi Hepar
  1. Pemeriksa berdiri di samping kanan klien.
  2. Letakkan tangan kiri pemeriksaa pada dinding toraks kanan posterior klien kira-kira pada tulang rusuk ke-11  atau ke-12.
  3. Tekan tangan kiri tersebut ke atas sehingga sedikit mengangkat dingding dada.
  4. Letakkan tangan kanan di batas bawah tulang rusuk kanan.
  5. Saat klien ekshalasi, lakukan penekanan sedalam 4-5 cm ke arah  bawah pada batas bawah tulang rusuk.
  6. Jaga posisi tangan pemeriksa dan minta klien untuk inhalasi dalam.
  7. Ketika klien inhalasi, rasakan batas hepar bergerak menentang tangan pemeriksa yang secara normal terasa dengan kontur regular.  Jika hepar membesar, lakukan palasi di batas bawah tulang rusuk kanan.
  8. Catat pembesaran tersebut dan nyatakan dalam cm.
E. Palpasi limpa
  1. Pemeriksa berdiri di sisi kanan klien, pegang secara menyilang abdomen klien dengan tangan kiri pemeriksa serta letakkan tangan di bawah klien dan di atas sudut kostovertebral. Tekan ke atas dengan tangan kiri diikuti dengan dengan tangan kanan di bagian bawah secara bersamaan.
  2. Tempatkan telapak tangan kanan dengan jari-jari di atas abdomen, di bawah tepi kiri kostal.
  3. Tekan ujung jari ke arah limpa kemudian minta klien menarik napas dalam.
  4. Palpasi tepi limpa saat limpa bergerak ke bawak ka arah tangan pemeriksa.
F. Palpasi klien asites
  1. Untuk mengkaji gelombang cairan asites, minta klien atau perawat lain untuk membantu karena prosedur ini memerlukan tiga tangan.
  2. Tekankan ujung jari ke arah limpa kemudian minta klien menarik napas dalam.
  3. Letakkan tangan kanan pemeriksa pada setiap sisi abdomen dan ketuk tajam salah satu sisi dengan ujung jari.
  4. Rasakan impuls gelombang cairan dengan ujung jari lainnya.
G. Palpasi ginjal
  1. Ketika melakukan palpasi ginjal kanan, letakkan tangan kiri di bawah panggul, dan elevasikan ginjal kea rah anterior.
  2. Letakkan tangan kanan padda dinding perut anterior tepat di garis midklavikula pada tepi bawah batas kosta.
  3. Tekankan tangan kanan secara langsung ke atas sambil meminta klien menarik napas panjang. Pada orang dewasa normal, ginjal tidak teraba, tetapi pada orang yang sangat kurus, bagian bawah ginjal dapat dirasakan.
  4.  Jika ginjal teraba, rasakan kontur (bentuk), ukuran, dan adanya nyeri tekan.
  5. Lakukan palpasi ginjal kiri dengan posisi periksaan berada di sisi sebelah tubuh klien, dan letakkan tangan kiri di bawah panggul kemudian  lakukan tindakan seperti pada palpasi ginjal kanan.

Pemeriksaan Toraks



Pemeriksaan toraks merupakan suatu tindakan, baik inspeksi, palpasi, perkusi, maupun auskultasi yang dilakukan untuk mengetahui bentuk dan fungsi serta kelainan pada organ dada dan sekitarnya.


Tujuan
  1. Mengetahui bentuk, kesimetrisan, ekspansi, dan keadaan kulit dinding dada.
  2. Mengetahui frekuensi dan sifat irama pernapasan.
  3. Mengetahui adanyan nyeri tekan, massa peradangan dak taktil fremitus.
  4. Mengetahui keadaan permukaan paru serta rongga pleura.
  5. Mengetahui batas paru-paru dan organ lain disekitarnya.
  6. Mengkaji aliran udara melalui batang trakeobronkial.
Persiapan Alat
  1. Stetoskop
  2. Penggaris sentimeter.
  3. Pensil penanda.
  4. Sarung tangan steril dan masker (jika diperlukan)
Persiapan Klien
  1. Informasikan klien dan keluarga mengenai prosedur yang akan dilakukan serta posisi klien senyaman mungkin tanpa menghambat proses pemeriksaan.
  2. Tanggalkan pakaian klien pada daerah yang akan diperiksa.
  3. Tutup tirai untuk menjaga privasi klien.
Prosedur
A. Inspeksi dada
1.      Bina hubungan saling percaya.
2.      Jelaskan prosedur meliputi tujuan, waktu, dan peran perawat sebagai pembimbing agar melaksanakan pemeriksaan klien rileks.
3.      Cuci tangan.
4.      Minta klien untuk membuka bujunya dan perlihatkan badan klien sebatas yang akan diperiksa (sebatas pinggang).
5.      Atur posisi klien dalam posisi yang bisa berdiri atau duduk.
6.      Pemeriksa berdiri dibelakang klien, letakkan tangan pemeriksa pada sisi dada lateral klien, perhatikan gerakan kesamping sewaktu klien bernapas
7.      Hangatkan telapak tangan dengan menggosokkan telapak tangan yang satu dengan yang lain (atau bisa juga dengan menggunakan sarung tangan).
8.      Ambil penggaris dan beri garis tanda untuk menetukan garis bayangan pada dinding dada klien.
·     Melihat garis bayangan aterior aksila sinistra dan dekstra.
·     Melihat garis bayangan midklavikula sinistra dan dekstra.
·     Melihat garis bayangan posterior aksila sinistra dan dekstra.
·     Melihat garis bayangan midskapula sinistra dan dekstra.
·     Melihat garis bayangan midvertebra sinistra dan dekstra.
·     Melihat garis bayangan midaksila sinistra dan dekstra.
9.      Lakukan pengamatan bentuk dada dari 4 sisi.
·     Depan              : perhatikan klevikula, sternum, dan tulang rusuk.
·     Belakang          : perhatikan bentuk tulang belakang dan kesimetrisan skapula.
·     Kanan                : inspeksi bentuk dada secara keseluruhan untuk mengetahui adanya kelainan bentuk dada.
·     Kiri                   : inspeksi bentuk dada secara keseluruhan untuk mengetahui adanya kelainan bentuk dada , misalnya bentuk barel chest.
10.    Inspeksi bentuk dada secara keseluruhan untuk mengethui kelainan bentuk dada dan tentukan frekuensi respirasi.
11.    Amati keadaan kulit dada secara keseluruhan untuk mengetahui kelainan dada dan tentukan kelainan respirasi.
12.    Catat hasil dari pemeriksaan dada.

B. Palpasi dada
a)      Ekspansi Dada
1.      Prosedur awal sama dengan prosedur inspeksi dada.
2.      Berdiri didekat klien dan letakkan kedua telapak tangan secara datar pada dinding dada klien.
3.      Anjurkan klien untuk menarik napas.
4.      Rasakan gerakan dinding dada dan bandingkan dengan sisi kiri dan sisi kanan.
5.      Catat hasil perkusi.
6.      Letakkan kedua telapak tangan pemeriksa disamping klien, ibu jari diletakkan sepanjang penonjolan spina setinggi iga ke-10 dengan telapak tangan menyentuh permukaan posterior, jari-jari harus terletak ± 5 cm terpisah dari titik ibu jari pada spina dan jari lain kelateral.
7.      Setelah ekshalasi, minta klien untuk bernapas dalam, observasi gerakan ibu jari periksa.
8.      Bandingkan gerakan kedua sisi dinding dada.
9.      Catat hasil ekspansi paru.

b)      Taktil Fremitus
1.      Prosedur awal sama dengan inspeksi dada.
2.      Letakkan telapak tangan pada bagian belakang diding dada dekat apeks paru.
3.      Instruksikan klien untuk menucapkan bilangan “sembilan-sembilan”.
4.      Ulangi langkah tersebut dengan tangan bergerak ke bagian dasar paru.
5.      Bandingkan fremitus pada kedua sisi paru dan diantara apeks dasar paru.
6.      Lakukan palpasi taktil fremitus pada dinding dada anterior.
7.      Minta klien untuk berbicara lebih keras atau dengan nada yang lebih rendah jika fremitus redup.
8.      Catat hasil taktil fremitus.
C. Perkusi dada
  1. Prosedur awal dengan inspeksi dada.
  2. Atur posisi klien dengan supinasi atau telentang.
  3. Untuk perkusi paru anterior, perkusi dimulai dari atas klavikula ke bawah pada spasium interkostalis degan interval 4-5 cm mengikuti pola sistematik.
  4. Bandingkan sisi kanan dan kiri.
  5. Anjurkan posisi klien duduk atau berdiri.
  6. Untuk perkusi paru posterior, lakukan perkusi dari puncak paru ke bawah.
  7. Bandingkan sisi kiri dan kanan.
  8. Instruksikan klien untuk menarik napas panjang dan menahannya untuk mendeteksi derakan diafragma.
  9. Lakukan perkusi sepanjang garis skapula sampai pada lokasi batas bawah resonan berubah menjadi redup.
  10. Tandai area redupnya bunyi degnan pensil/spidol.
  11. Instrusikan klien untuk menghembuskan napas secara maksimal dan menahannya.
  12. Lakukan perkusi dari bunyi redup/tanda I keatas.  Biasanya bunyi redup ke-2 ditentukan diatas tanda I.  Beri tanda pada kulit tempat ditentukannya bunyi redup.
  13.  Ukur jarak antara tanda I dan tanda II.  Pada wanita jarak antara kedua tanda normalnya 3-5 cm, sedangkan pada pria 5-6 cm.
  14. Catat hasil perkusi

D. Auskultasi dada
  1. Prosedur awal sama dengan inspeksi dada.
  2. Tentukan letak diafragma klien.
  3.  Letakkan stetoskop dengan kuat pada kulit diatas area interkostal.
  4. Instruksikan klien bernapas secara perlahan dan dalam dengan mulut sedikit tertutup.
  5. Mulai auskultasi dengan urutan yang benar.
  6. Dengarkan inspirasi dan ekspirasi pada setiap tempat.
  7. Catat hasil auskultasi.
  8. Reposisikan klien.
  9. Berikan penjelasan bahwa tindakan telah selesai.
  10. Rapikan alat.
  11. Cuci tangan.
  12. Dokumentasi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan
  1. Masase dilakukan selama 5-10 menit.
  2.  Apabila dilakukan dalam ruangan perawatan yang terdapat klien yang lain, agar tetap menjaga privasi klien.
  3. Perhatikan kemungkinan klien alergi terhadap minyak atau losion.
  4. Hindari pemijatan pada area kemerahan kecuali jika kemerahan tersebut hilang waktu masase.
  5. Masase juga dapat dilakukan pada daerah leher, tangan, dan kaki.
  6. Masase dapat merupakan kontraindikasi pada klien imobilitas tertentu yang dicurigai mempunyai gangguan penggumpalan darah.